Di tengah keramaian kota tua Bengkulu, berdiri sebuah tugu megah bergaya Eropa yang tampak asing bagi sebagian orang. Namanya: Monumen Thomas Parr. Di dekatnya, deretan nisan tua berjajar, diam dalam waktu — itulah Makam Belanda.
Tempat ini bukan sekadar kuburan kuno, melainkan saksi bisu dari pertarungan antara penjajah dan rakyat. Thomas Parr, seorang Residen Inggris di Bengkulu, tewas dibunuh oleh rakyat lokal karena kesewenang-wenangannya.
Dan kini, tubuhnya dikubur bersama puluhan orang Eropa lain di tempat ini — di atas tanah yang dulu mereka jajah, dan di bawah langit yang kini kita pandangi sebagai bangsa merdeka.
Sejarah Monumen Thomas Parr
Siapa Thomas Parr?
Thomas Parr adalah Residen Inggris di Bengkulu pada awal abad ke-19. Saat Inggris masih menguasai wilayah Bengkulu sebelum diserahkan ke Belanda (lewat Traktat London 1824), Parr dikenal sebagai pejabat kolonial yang keras, arogan, dan penuh tekanan terhadap rakyat setempat.
Menurut berbagai catatan lokal, ia sering membuat kebijakan sepihak, seperti pajak berat, pengambilan tanah, dan pelecehan budaya lokal. Ketidakpuasan ini akhirnya memuncak.
Pembunuhan Tragis
Pada 23 Desember 1807, malam itu gelap dan sunyi. Thomas Parr sedang berada di rumah dinasnya, ketika sekelompok pejuang lokal — yang tidak tahan lagi atas penindasannya — menyelinap dan menghabisi nyawanya secara brutal.
Peristiwa ini mengejutkan Inggris. Namun, bagi rakyat Bengkulu, itu adalah titik api perlawanan.
Monumen Thomas Parr: Tugu Kolonial yang Masih Berdiri
Setelah kematian Parr, pemerintah Inggris membangun tugu peringatan atau monumen sebagai bentuk penghormatan atas jasanya (dalam versi mereka). Inilah Monumen Thomas Parr.
Arsitektur:
-
Berbentuk menara segi delapan setinggi ±13 meter
-
Dibuat dari batu bata merah dan semen dengan detail ornamen Eropa
-
Ada prasasti batu berbahasa Inggris yang menjelaskan dedikasi untuk Parr
Monumen ini kini berada di area publik, terbuka bagi siapa pun yang ingin melihat, membaca, atau sekadar duduk merenung di bawah bayangan sejarah kelam.
Makam Belanda: Kuburan Kolonial di Tengah Kota
Tidak jauh dari monumen berdiri kompleks kecil berisi deretan makam-makam tua bergaya Eropa. Di sinilah para pejabat Inggris dan Belanda dimakamkan—termasuk Thomas Parr dan tentara-tentaranya.
Beberapa makam bertuliskan nama, tahun lahir dan wafat, bahkan jabatan mereka saat hidup. Banyak batu nisan yang sudah lapuk dimakan waktu, retak, berlumut, bahkan sebagian roboh.
Namun yang menarik, di antara keheningan itu, banyak pengunjung merasa tempat ini:
-
Punya aura sendu dan reflektif
-
Seolah waktu berhenti di sini
-
Menjadi pengingat bahwa kekuasaan duniawi pun akhirnya akan terkubur
Suasana Hari Ini
Meski dulunya menjadi saksi kematian dan konflik, kawasan di sekitar monumen dan makam kini menyuguhkan suasana yang damai dan sejuk. Pepohonan rindang dan taman hijau mengelilingi area ini, sementara pengelola menyediakan beberapa kursi agar pengunjung bisa bersantai atau menikmati ketenangan.
Setiap hari, pengunjung datang silih berganti—mulai dari pelajar, wisatawan yang tertarik pada sejarah, hingga warga lokal yang sekadar ingin duduk tenang. Pengelola tidak memungut tiket masuk, menjadikan tempat ini aksesibel dan cocok untuk kontemplasi, diskusi sejarah, atau sekadar menikmati sunyi.
Tabel Informasi Pengunjung
Keterangan | Rincian |
---|---|
Tiket Masuk | Gratis |
Parkir Motor | Rp. 2.000 |
Parkir Mobil | Rp. 5.000 |
Jam Buka | 07.00 – 18.00 WIB |
Pemandu Lokal | Tidak tersedia resmi |
Waktu Rekomendasi | Pagi hari / sore hari |
Lokasi dan Akses
Alamat: Jl. Ahmad Yani, Kelurahan Kampung Cina, Kecamatan Teluk Segara, Kota Bengkulu
Google Maps: https://maps.app.goo.gl/STKEsuzpBhEGLMqb7
Monumen dan makam ini berada sangat dekat dengan pusat kota dan bisa dijangkau dari:
-
Rumah Pengasingan Bung Karno: ±5 menit
-
Benteng Marlborough: ±7 menit
-
Pantai Tapak Paderi: ±10 menit
-
Bandara Fatmawati Soekarno: ±25–30 menit
Transportasi mudah: motor, mobil, ojek online, atau bahkan jalan kaki jika kamu menginap di pusat kota.
Aktivitas Menarik
-
Menyusuri dan membaca nisan-nisan tua
-
Berfoto dengan arsitektur klasik Eropa
-
Merenung di taman sekitar monumen
-
Membaca sejarah penjajahan Inggris di Bengkulu
-
Membuat konten vlog sejarah atau podcast sejarah lokal
Tips Berkunjung
-
Datang saat cuaca cerah – banyak bagian makam yang terbuka tanpa atap
-
Jaga sikap dan suara – karena tempat ini adalah kompleks pemakaman
-
Jangan duduk di atas nisan – sebagai bentuk penghormatan
-
Bawa buku catatan atau perekam suara – cocok untuk penulis dan peneliti
-
Gunakan alas kaki nyaman – karena area berbatu dan licin jika basah
Penutup: Dari Tugu Kematian, Kita Belajar Tentang Kehidupan
Monumen Thomas Parr bukan untuk dipuja,
Tapi untuk diingat — agar kita tidak lupa pada luka sejarah.
Bahwa kekuasaan yang arogan bisa jatuh dalam satu malam,
Dan rakyat yang tertindas selalu menyimpan bara di dalam dada.
Sementara itu, makam-makam tua di sebelahnya
Adalah pengingat bahwa semua manusia akhirnya kembali ke tanah.
Entah dia penjajah, pejuang, atau rakyat biasa.
Bengkulu tidak menolak masa lalunya. Tapi juga tidak lupa.
Ia merangkul sejarahnya—pahit dan manis—
Agar generasi hari ini tahu: kemerdekaan bukan hadiah, tapi hasil darah, nyawa, dan perlawanan.